Kamis, April 22, 2010

THE OTHER SIDE OF ME (2)

THE OTHER SIDE OF ME (2)

ketika semua upayamu tak sanggup mengikuti
saat itulah merunduk segala sesuatu
Nostalgi memudar
Keyakinan terbantahkan
Logika terpatahkan
hanya untuk yang kau cinta
telah surut kini semua telaga di jambanganmu
runtuhlah batas kehampaanmu
larilah…raih kesejatianmu
sendiri kau berarti melingkupi
karena kau kini telah menjadi.

Jumat, April 03, 2009

I Want My Real Life Back

Lebih sebulan tidak ada posting di Blog ku ini. Tentu banyak alasan yang bisa kuusung, mulai dari server yang belet, lelet, kompie yang rusak partisi --sampai hari ini masih nangkring sempurna di tukang servis...!--, hingga ide yang belu-belum sudah terjerumus ke "Recycle Bin" sebelum terolah di dapur keyboard, dan beragam ide permakluman yang amat mudah menjadi kambing hitam. Semua bermuara kepada sebuah kenyataan bahwa Blog ini tak ter up-date sekian waktu. Bisa jadi ku masih kurang pintar membagi waktu, atau kurang bisa menahan atas godaan kepada ketersambungan, keteraturan, kedisiplinan sehingga intinya yaa...belum mampu mengolah ketersediaan waktu ini dengan plot-plot yang jelas dan mengarah; terstruktur.
Lihatlah kini (kini aku sedang merefleksi) kiranya ada masa di mana kerutinan menjadi hal yang menakutkanku.
Kiranya keteraturan menjadi hal yang selalu ingin kuhindari. Kiranya energiku tak cukup kuatur untuk berjalan mengikuti ritme alam ini.
Bisa jadi demikian.
Namun mungkin juga ini hanya sedikit masa jeda untuk ku merasakan dan menemukan rima jantung bersama tubuh ini berjalan seiring.
Tidak ada niatan untuk berhentu menulis di sini, walau jeda waktu membuatku musti berpikir ulang dan membangun kembali apa yang dicari.
Ada saatnya hati mengajak untuk berhenti.
Dan menanti saat indah untuk berbagi tanpa berhenti...dan berpaling kepada kehidupan yang kuhadapi di depan mata ini sehari-hari.
Sebenarnya kadang kita tak perlu juga untuk membuat dikotomi : dunia maya vs dunia nyata.
Karena kadang dunia nyata hanyalah seperangkat persepsi maya cara pandang kita semata.
Wallahu a'lam.
But I mean it honey, I want my real life back... someday, somehow, sometime.

Sabtu, Februari 21, 2009

Mencari Mursyid


Sahabat, banyak orang yang mengaku mursyid, merasa mursyid, atau dianggap mursyid. Tapi yang teramat sulit adalah mencari mursyid yang sesungguhnya, yang tugas kelahirannya memang sebagai seorang mursyid, seorang yang memang bermisi hidup sebagai mursyid dan telah dibekali Allah dengan Ruh Al-Quds sebagai legitimasi ilahiyah atas tugasnya. Kita harus setiap saat memohon untuk diantarkannya ke ’seorang pemimpin yang dapat memberi petunjuk/wali mursyid’, sebagaimana QS 18: 17 menyebutkan,

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk. Dan barangsiapa yang disesatkanNya, maka kamu tak akan mendapatkan ‘Waliyyan Mursyida’ (seorang pemimpin yang dapat memberi petunjuk).”

Kita harus setiap saat memohon untuk ditunjuki-Nya kepada seorang ‘Waliyyan Mursyida’ ini.

Namun demikian, banyak orang yang ingin bertemu mereka, tapi setelah bertemu mereka justru berbondong-bondong berlari meninggalkannya. Kenapa? Karena bersama seorang mursyid memang tidak mudah. Dia akan memotong semua jalur-jalur perbudakan syahwat dan hawa nafsu pada diri kita. Dia akan mengajari dan memaksa kita untuk berani mengenal, mempelajari dan menguasai semua jenis hawa nasfu dan syahwat yang ada dalam diri kita sendiri. Dia akan memaksa kita untuk murni bergantung pada Allah, bahkan bukan bergantung pada dirinya sebagai mursyid. Itu adalah tugasnya.

Karena dengan terkuasainya seluruh balatentara syahwat dan hawa nafsu kita, maka kalbu kita akan semakin bening, dan kita pun pada akhirnya akan mampu mendapatkan petunjuk dari qalb kita sendiri.

Memang dia akan menolong kita jika ‘terjepit’ dalam kehidupan, menjelaskan persoalan dengan gamblang, tapi bukan berarti memanjakan terus menerus. Dia tidak akan mendidik kita untuk menjadi orang yang tidak mau menghadapi persoalan, sedikit-sedikit menangis minta tolong pada mursyidnya. Dia akan memaksa kita untuk berani menghadapi persoalan, karena dengan demikian kita akan mengenal segala kekurangan diri yang perlu diperbaiki, mengenal dan menyempurnakan kelebihan diri yang ada, menghadapi semua hawa nafsu dan syahwat (misalnya: rasa takut, cemas, inferior, bangga, sombong, iri, minder, tidak percaya diri, dan sebagainya) demi untuk mengenal segala aspek dalam diri kita sendiri (’arafa nafsahu), supaya kelak kita bisa mengenal Rabb kita (’arafa rabbahu).

Maka dari itu, bermursyid bukan seperti datang ke pengajian sekali seminggu. Menghilangkan kepenatan dan kemumetan, mencari kesejukan sesaat, buka dan sekedar menghafal Al-Qur’an, setelah lega kembali ke kehidupan masing-masing. Bukan pula untuk berorganisasi, berharap dapat mengembangkan potensi diri demi karir di sana. Juga bukan seperti dukun, minta doa supaya sukses, minta amalan, dan semacam itulah. Bukan juga datang ke sana untuk bersosialisasi, mencari kelompok maupun kegiatan saja.

Bermursyid itu, bukan pula seperti ke pasar. Ingin membeli pencerahan, ingin membeli keajaiban, ingin membeli maqom ataupun pencapaian spiritual. Tapi begitu malam tiba, semua pembeli pergi ke rumah masing-masing dan kembali kepada kenyamanan tempat tidurnya di rumah, lupa pada perjuangan penyucian diri.

Demikian pula, jangan bermursyid pada orang yang mengangkat kita sebagai murid karena kita memiliki ‘potensi’ manfaat untuk dirinya, bisnisnya, partai politiknya, maupun organisasinya. Ini guru yang ‘berbisnis’, karena orang seperti ini, jika ia ingin susu maka ia akan mencari sapi untuk dipelihara.

Hubungan dengan mursyid itu tidak mudah, karena konsekuensinya adalah, setiap saat dimanapun kita berada, kita dituntut untuk bertaubat dan memperbaiki diri, sesuai Q.S. 5:39, bahwa Allah hanya menerima taubat dari orang-orang yang taubatnya dilanjutkan dengan memperbaiki dirinya.

“Dan barangsiapa bertaubat setelah melakukan kejahatan (menzalimi dirinya) dan kemudian memperbaiki dirinya, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” (Q.S. [5] : 39)

Sekali lagi, inilah rambu utama dari Al-Qur’an yang harus kita ikuti:

“Dan ikutilah orang-orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah ‘muhtaduun’ (orang yang tetap diatas petunjuk)” Q.S. 36:21.

—Dicuplik dari: Tulisan lama, Januari 2004, Herry Mardian di http://suluk.blogsome.com/

Rabu, Februari 18, 2009

BERGULAT DAN BERCENGKERAMA

Semua pekat, aku bersama Si Pekat
Menghitam, aku menjadi hitam.
Ku tanya, "Apa yang kau harap dariku,
yang nyata-nyata begitu lemah tanpamu?"
Katanya karena ku akan menjadi kuat
bergulat berlatih bersamanya.
Dia bilang, dialah pelatihku
bisa jadi sparring partner dengannya
adalah kehormatan manusiawi

Wahai Iblis
terimakasih kau ajari aku keikhlasan
untuk melatihku menjadi kuat
Mohon maaf, kini saatnya bagiku
bertarung di pertarungan sebenarnya
tanpa mengajakmu
karena kuingin sendiri

Wareng, 19 Feb 09, 0.31

PULANG

Untuk Tuanku Dear Hunny

Hunny kuingin pulang
ke tempat yang bisa menerimaku dengan lapang
ke pelukanNya yang dekapku penuh sayang

Tuanku, kuingin kau lepas ku terbang
bersama angin dan mimpi ku bawa melayang
agar hidupku menjadi panjang

Sepanjang bayang sinar rembulan
di siang hari

Dear, kuingin kau gandeng tanganku
mengecup rindu di pusara biru
agar kau tahu
bahwa kita tak bisu

Sukma kami berkait
pada KESENDIRIAN yang kutuju

Lepaskan ikatan melilit sakit
tertelan semua pil pahit
lantas kurasa manisnya
DIRIMU Kekasih
saat semua pergi
dan hanya kita menyendiri
kala itu kutemukan KEDIRIANMU,
KEDIRIAN Kita yang telah "menjadi".

Tuhan, sumpah mati kuingin bersamaMu
Antar dan bimbinglah daku,
Kumohon,
Kini,
Ya...kini,
Kumohon,
Jangan berhenti...

Wareng, 19 Feb 09, 0.24

REHAT

KEBUTUHAN WAKTU TIDUR KITA

Benarkah kita butuh waktu 8 jam sehari semalam untuk tidur agar sehat? Apakah semua orang selalu membutuhkan tidur siang?
Beberapa hari lalu pernah ditayangkan berita tentang UPAYA Penggalakan Tidur Siang di Norwegia (atau Finlandia? Duuh jauh banget bedanya, nama negara!). Ada sebuah -Sebut saja- Cafe Rehat yang menggalakkan tradisi tidur siang. Menurut pengelola tempat tersebut, budaya orang setempat yang menyukai kerja keras membuat mereka merasa tak perlu istirahat tidur siang. Sedangakan diyakini oleh beberapa orang, bawa tidur siang dibutuhkan oleh setiap orang. Maka timbullah ide untuk membuat usaha nirlaba ini, yang dananya didapat dari donor. Para pemakai jasa/ sarana di tempat ini tak dikenai biaya. Hanya disediakan cafe kecil jika ada yang memerlukan minuman ringan.
Memang ada beberapa pendapat tentang kebutuhan tidur ini.
Pendapat I:
Kebutuhan tidur manusia rata-rata adalah 8 jam. Jika tidur kita kurang dari itu, maka tubuh akan terganggu.
Pendapat II:
Kebutuhan tidur kita relatif tidak sama, namun 8 jam adalah waktu terlama
Pendapat III:
Kebutuhan tidur BUKAN pada lamanya jam tidur, tapi pada KUALITAS tidur. Walau tidur 8 jam sebenarnya ada beberapa tahap keLELAPan tidur, yang menentukan besar-kecilnya kualitas tidur seseorang. Bisa jadi tidur beberapa menit memiliki efektifitas yang sama dengan beberapa jam.
Dengan semangat pemanfaatan efisiensi waktu, tentu saya pribadi milih yang terakhir. Karena telah sering pula saya rasakan tidur beberapa menit, bangun-bangun serasa PLONG... Atau sebaliknya, berjam-jam tidur tidak membuat pulih tenaga. Malah jadi tambah loyo. Dan SIALNYA tidur semacam ini sering saya alami di siang hari. Tidur siang. Walau ada juga saya rasakan di malam hari setelah aktifitas relatif berat di siang hingga malam harinya.
Jadi terus terang saya mengernyitkan kening juga ketika melihat tayangn penggalakan tidur siang ini. Di saat pikiran saya dicekoki kecurigaan TIDUR SIANG ADALAH ALAT KONTRA PRODUKTIF HASIL DIDIKAN JAMAN BELANDA, ehh... ada juga beberapa orang sedang menggalakkan tidur siang di Eropa sono.
Seringkali saya bersungut-sungut melihat orang tidur siang, lalu saya bilang, "Tidur siang hanya untuk para Priyayi, bukan untuk kita..."
Atau MIND-SET saya yang meyakini bahwa tidur siang bagi manusia dewasa menandakan tubuhnya tidak bugar.
Ditambah dengan kenyataan yang terjadi di sekitar, bahwa anak-anak yang cenderung aktif tak memerlukan tidur siang. Saya sempat pernah menyesal ketika anak pertama saya yang waktu itu berumur 2-3 tahunan setiap hari selalu saya uber-uber untuk tidur siang. Dia selelu nangis sebelum tidur dan tertidur selang kemudian karena capek nangis. Maafkan Ummi ya San...
Kini saya tak pernah memaksa anak-anak untuk tidur siang. Karena saya ingin biarkan mereka mengikuti JAM BIOLOGIS mereka yang alami, tanpa paksaan dan saya yakin bahwa tubuh punya cara kerja sendiri yang musti diikuti.
Jadi, menurut saya, tidur tak selalu membutuhkan waktu segitu lamanya tiap harinya. Karena dalam setahun berarti kita habiskan waktu paling tidak nyaris 3000jam waktu untuk tidur. Wahh...belum "kriyip-kriyip" nya dan lemes nya. Cara Rehat menentukan kualitas tidur. Dan saya memilih kualitas, bukan kuantitas.

Sabtu, Februari 07, 2009

Peri Kecilku

Aliya Zarranggie



Aliya (bhs. Arab), artinya "luhur/ tinggi"; Zarranggie (bhs. Parsi) bermakna cerdik/ cerdas. Demikianlah pengharapan kami padamu, Peri Kecilku. Kau diharapkan akan menemukan keluhuran ilmu, cerdas.
Lahir di Yogya,kini 7 tahun. Punya hobi seni peran. Di sekolah (kini SD kelas 1) sering diolok-olok teman karena gemar ber-monolog. Padahal di lingkungan keluarga ini, Aliya adalah pemain Monolog Kelas 2, kalah tanding dengan Abahnya (yang sering bermonolog bukan hanya di rumah tapi bahkan di jalan sambil berkendara).
Ketertarikannya dalam berakting juga terlihat waktu berpose di depan kamera. Menurutku dia fotogenic. Semua gayanya luwes, alami: tidak ada pengarahan, karena uminya tak pandai mengarahkan. Akhirnya, inilah beberapa hasil jepretan foto seadanya sekitar 2 tahun lalu, berdiri di atas meja, latar dinding penuh coretan pertanda kemerdekaan berekspresi (atau sloordeg?). Tetapi, apapun itu hasilnya, menurutku dialah Peri Cantik Kebanggaanku.




Namun demikian, namanya juga anak-anak, rasa ingin tahu yang besar ditambah semangat pemberani telah menjadikannya wanita pesohor di kalangan keluarga sebagai pemakan --- maaf --- upilnya sendiri. Ya, betul. Upil, kotoran hidung.
Tetapi eksplorasinya ini tak berlangsung lama. Hanya bertahan beberapa bulan. Akhirnya kegemarannya makan benda asin(g) itu berhenti ketika rasa (upil) tak banyak berubah, tetap asin.



Aliya Peri Kecilku, tetaplah mencari. Tak apa nak, upil sempat menjadi arena pencarianmu. Di saat lain, kau akan banyak lagi mencari. Maka kau pun akan banyak belajar dari perolehanmu itu. Karena kami yakin, mencari ilmu berbatas langit...