“Soul Sisters”: Sahabat Sejiwa
Persahabatan; penerimaan tanpa syarat. Itulah intinya. Jika kita merasa nyaman menjadi apapun dan siapapun bersamanya, kita nyaman dan aman pula untuk berbagi, sangat mungkin dialah “Soul Sister” kita. Walau istilahnya “sisters” tapi tak berhubungan dengan jenis kelamin. Itulah yang disebut dengan “rasa kepulangan”. Pulang, dalam artian menemukan ruang yang sangat luas dan nyaman. Kita berbahagia di situ, tak harus berpura-pura, jujur dan setara, tak ada penghakiman, tidak ada expektasi, tak ada kemelekatan (tak saling mengikat-red). Dalam persahabatan, apalagi kalau merasa menemukan saudara sejiwa, tak ada lagi urusan usia, jender, kelas sosial, golongan, etnis, agama, dan segala macam sekat. Tak ada kepentingan sesaat kecuali kesalingan yang mendalam dan teruji atas dasar nilai-nilai abadi dan unsur-unsur persahabatan. Sekat telah teretas karenanya.
Yang membedakan “soul sisters” dari jenis hubungan lain adalah keikhlasan tanpa batas dan kesalingan merasakan yang kuat untuk membangun toleransi yang lebih tulus dan dalam. Tentu semuanya diuji oleh waktu. Di dalam hubungan itu semua unsur sudah tercakup. Respek, integritas, kesediaan menerima tanpa syarat, kesetaraan yang di dalamnya tercakup kepercayaan dan nilai abadi dari hubungan yang mencerahkan. “Soul Sisters adalah dua pribadi yang saling melengkapi dan mengisi kekurangan. Jadi karakternya bisa samasekali beda (atau bisa sama). Bisa saja suatu saat mereka bersitegang dan saling mengoreksi, tetapi kesetiaan untuk saling menemani dalam suka dan duka telah terpatri dalam jiwa. Alangkah indahnya…
Adakah kita telah menemukan “Soul Sister” kita? Semoga akan/ telah kita temukan. Karena “Soul Sister” akan membuat kita makin menjadi “Gue Bangeet…”. Tak ada hidup yang lebih nyaman daripada menemukan diri yang utuh. Kosmik. Setara dengan alam raya.
(Disarikan dari “Kompas” Minggu 1 Februari 2009, hal.27)
Wareng, 2 Feb 2009, 00.20
Drakor (6): Signal, Doctor Prisoner, Gong Shim
6 hari yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar