Pict : Rahbar, 24-1-07
Salahsatu buku
fave ku,
Awareness, memuat cerita tentang orang aneh dan orang yang -dianggap- gila. Mereka kukira akhirnya membutuhkan komunitas untuk membantunya menemukan kepercayaan dirinya.
Singkatnya, jangan merasa sedih atau resah jika sekeliling kita mengatakan kita orang aneh bahkan gila. Karena kita bisa mendapatkan solusinya dengan mencari teman senasib sebanyak-banyaknya. Logikanya begini, jika ada 4 orang gila dan 1 orang waras (total ada 5 orang kan?), maka berdasarkan Hukum Alam, yang "nganeh-anehi" adalah orang yang sendirian. Alias yang awalnya merasa dan menganggap dirinya waras tadi, akhirnya menjadi sendirian. Sebaliknya yang 4 orang semula dianggap aneh atau gila menjadi WARAS karena menjadi mayoritas dalam kelompok itu.
Alhasil, jika ada di antara kita yang merasa ANEH, NYLENEH, GILA, ORANG MASYGUL, BELIBET, ORANG YANG SULIT DIATUR, SEMAU GUE, SULIT DIPAHAMI, maka disarankan untuk membentuk komunitas tersendiri, agar komunikasi bisa lancar. Ibarat dunia binatang, manusia bisa jadi terdiri dari beberapa jenis binatang. Perlu beragam bahasa untuk mengenal beragam jenis binatang pula. Perlu beragam cara untuk bicara dengan orang yang beragam.
Dalam ilmu kejiwaan, secara umum kita mengenal pangklasifikasian atau pengkategorian karakter manusia dengan beberapa dasar kengkategorian. Dari beberapa kotak-kotak pengklasifikasian itu pasti ada beberapa kasus yang sulit dikategorikan,
uncategorized. Karena detektor terbatas, kurasa. Orang aneh selalu berada di kategori ini. Mereka lebih mengenal kebersamaan dalam keragaman, mengenal kasihsayang justru dalam konflik, mengenali ikatan dalam kebebasan. Mereka punya energi berlimpah namun tidak mudah mengelola dan mencari penyalurannya. Karena kadang harmoni terjadi manakala keberlimpahan diimbangi dengan kekurangan yang mencolok. Pintar logika bahasa tapi lambat dalam matematika. Pintar matematika tapi kesadaran sosialnya lamban dan lugu sehingga empuk ditipu. Pintar matematika, bahasa, sosial, tapi sulit mengendalikan nafsunya.
Nah, dalam situasi seperti ini, orang-orang yang kadang terlihat menyedihkan ini akan sering mengalami kesepian.
Lonelyness. Walau dia hidup di antara orang-orang yang menyayanginya sekalipun. Karena pikirannya biasanya tak hadir di tempat. Sering disebut linglung, pelupa. Biasanya untuk hal-hal teknis kecil sehari-hari, namun tak jarang juga dalam hal penting. Bahkan kadang omongannya tak jelas juntrungnya, karena terlalu cepat meloncat-loncat secepat angannya yang mengembara.
Maka mencari teman yang memiliki karakter mirip-mirip adalah cara yang paling aman untuk mengelola kesadarannya, untuk menentramkan jiwanya, menumbuhkan
self esteem nya yang sering terguncang oleh pandangan lingkungannya selama ini.
Panjang banget sih prolognya...! Sebenarnya yang ingin kuungkapkan hanya 1 kalimat, "Kalau mau gila, jangan sendirian. Ajaklah teman, agar kegilaanmu mudah diterima."
Jika gila kita hanya nanggung, akan menjadi penyakit menghancurkan diri sendiri: perasaan tak diterima, under estimate, pokoknya semua yang negatif thinking akan menghinggapi orang yang nanggung (Jadi ingat tentang Pemilu, ada yang disebut sebagai "floating mass", orang yang menunggu bagaikan buih, selalu mengekor, menurut perintah dan tak jelas arah tujuan sejatinya)
Akhirnya, kutambah juga dengan 1 slogan standar orang "gila", "Kalau mau waras, waraslah dengan sempurna, kalau mau gila, jangan tanggung-tanggung."
OK Sobat... Salam hangat atas nama kebebasan belajar, kebebasan dari rasa bersalah..
Karena bersalah adalah hal yang SELALU dibutuhkan dalam pembelajaran. Namun rasa bersalah adalah hal lain, yang berpotensi menghambat kemajuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar